Terima Delegasi PEFC, Mendag Zulhas: Sejak Dulu Saya Dorong Pengelolaan Hutan Lestari

Mendag Zulkifli Hasan Menerima Delegasi PEFC

VIVA Nasional – Menteri Perdagangan RI, Zulkifli Hasan atau Zulhas, menerima delegasi PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) dari Jenewa yang dipimpin anggota PEFC Board yang juga ekonom senior Dradjad Wibowo, dan CEO PEFC Michael Berger.  Sebagai informasi, PEFC adalah skema sertifikasi hutan lestari terbesar di dunia, dengan 328 juta hutan bersertifikat. 

Dalam pertemuan yang berlangsung Selasa 18 Oktober 2022 ini, Zulhas mengatakan sangat penting bagi Indonesia untuk memproses produksi dari bahan baku yang lestari.

"Dalam dua dekade terakhir ini banyak sekali perusahaan raksasa dunia yang hanya mau membeli produk olahan yang berasal dari hutan lestari,” kata Zulhas. Adapun produk-produk itu seperti bubur kertas, kertas, produk kayu, furniture dan lainnya. Dia mencontohkna, beberapa perusahaan besar seperti Apple mengharuskan produk mereka dari bersertifikat lestari. "Sebagai contoh, perusahaan seperti Apple dan Samsung mengharuskan kotak dan kertas packaging HP-nya bersertifikat lestari”, ujar Mendag.  Ditambah saat ini, perdagangan online semakin tumbuh berkembang. Maka kebutuhan akan packaging yang menggunakan kotak dan kertas tersebut juga semakin tinggi. Kebutuhannya saat ini mencapai lebih dari US$ 402 milyar atau sekitar Rp 6.200 triliun pada tahun 2021. 

Potensi tersebut menurut mantan Menteri Kehutanan RI tersebut, bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Apalagi dengan sistem pengelolaan hutan lestarinya. Maka peluang mengambil pasar itu hingga bisa ekspor, menurutnya sangat memungkinkan. “Saya sejak dulu sangat mendorong pengelolaan hutan lestari”, ujarnya.

CEO PEFC Michael Berger, mendukung langkah Mendag. Sebab bisa menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaku usaha Indonesia dalam menjalankan usahanya sesuai dengan kaidah kelestarian hutan. 

Lebih lanjut dijelaskannuya, PEFC merupakan skema global yang bersifat bottom up, dibangun dari inisiatif nasional masing-masing negara. Menurut Berger, di Indonesia skema tersebut dibangun oleh para anggota IFCC (the Indonesian Forestry Certification Cooperation).  “PEFC adalah salah satu pelopor perdagangan tekstil dan fesyen lestari di dunia, di mana bahan bakunya adalah rayon yang diproduksi dari hutan lestari”, kata Berger.    Sedangkan anggota PEFC Board yang juga ekonom senior Dradjad Wibowo menyampaikan, pada 2009-2010 ketika industri kertas dan bubur kertas belum mendapatkan sertifikat PEFC/IFCC, industri ini sempat diboikot. Alasannya adalah karena dianggap merusak hutan. Ekspor kertas dan bubur kertas sempat anjlok 25-30%.  Setelah mendapatkan sertifikat, lanjut Dradjad, ekspor Indonesia meningkat senilai USD 2,2 miliar atau 40 %. Hingga terus naik dan pada 2021 nilai ekspornya mencapai US$ 7,42 milyar.  Kata Dradjad, kenaikan tersebut karena kebijakan 3 kementerian yang kondusif bagi kelestarian hutan. Dimana Kementerian Perdagangan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Perindustrian, membuat kebijakan yang kondusif, kata Ketua Pendiri IFCC itu.  Turut hadir dalam acara tersebut adalah Ketua Umum IFCC Sania Widuri, Manajer PEFC Fabiene Sinclair, Sekretaris Umum IFCC Haqi Wibowo, Direktur Eksekutif IFCC Zulfandi Lubis, dan Direktur Teknis IFCC Nurcahyo Adi. 

PEFC adalah organisasi nirlaba sertifikasi kehutanan terbesar di dunia, yang merupakan aliansi global dari sistem sertifikasi hutan nasional di berbagai negara. PEFC didirikan, dengan tujuan mengedepankan pengelolaan hutan lestari melalui sertifikasi pihak ketiga yang independent.  Sejak didirikan 1999, seluas 328 juta hektar hutan di dunia telah memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari PEFC, dengan jumlah pemilik hutan di atas 1 juta. Jumlah perusahaan industri yang telah mendapatkan sertifikasi lacak balak (CoC) PEFC mencapai lebih dari 20 ribu perusahaan. 

IFCC adalah suatu organisasi nirlaba yang didirikan dengan tujuan untuk mendorong dan meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia, melalui penerapan sertifikasi yang memenuhi tolok ukur pengelolaan hutan lestari PEFC. Didirikan 9 September 2011, IFCC secara resmi menjadi National Governing Body PEFC di Indonesia sejak November 2012.  Pada 1 Oktober 2014 skema IFCC mendapatkan pengakuan (endorsement) untuk pertama kalinya dari PEFC. Pada saat ini lebih dari 4 juta hektar hutan Indonesia telah mendapat sertifikat lestari PEFC/IFCC, dan sebanyak 52 industri mendapatkan sertifikasi lacak balak/chain of custody PEFC/IFCC.

Sumber: https://www.viva.co.id/berita/nasional/1533950-terima-delegasi-pefc-mendag-zulhas-sejak-dulu-saya-dorong-pengelolaan-hutan-lestari?page=3

Mendag Zulkifli Hasan Optimalisasi Perdagangan Bahan Baku dari Hutan Lestari

Mendag Zulkifli Hasan Optimalisasi Perdagangan Bahan Baku dari Hutan Lestari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menerima kunjungan delegasi PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification) dari Jenewa yang dipimpin anggota PEFC Board Dradjad Wibowo di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta.

PEFC adalah skema sertifikasi hutan lestari terbesar di dunia, dengan 328 juta hutan bersertifikat. Zulkifli Hasan menyampaikan pentingnya barang produksi Indonesia diproses dari bahan baku yang lestari.

“Dalam dua dekade terakhir ini banyak sekali perusahaan raksasa dunia yang hanya mau membeli produk olahan yang berasal dari hutan lestari,” kata Mendag dalam pertemuan tersebut Selasa (18/10/2022).

Produk hutan lestari yang dimaksud yakni kertas, bubur kertas, produk kayu, furniture, dan sebagainya. 

“Sebagai contoh, perusahaan seperti Apple dan Samsung mengharuskan kotak dan kertas packaging HP-nya bersertifikat lestari”, ujar Mendag. 

Zulkifli Hasan menambahkan, dengan semakin besarnya perdagangan online, kebutuhan kotak dan kertas packaging di dunia semakin meningkat, mencapai lebih dari 402 miliar dolar AS atau sekitar Rp 6.200 triliun pada tahun 2021. 

Menurut Zulkifli Hasan, Indonesia dengan sistem pengelolaan hutan lestarinya sangat berpeluang mengambil pasar yang besar tersebut, sehingga ekspor Indonesia bisa meningkat pesat. 

“Saya sejak dulu sangat mendorong pengelolaan hutan lestari," ujar Zulkifli yang pernah menjadi Menteri Kehutanan itu.

Sementara Dradjad Wibowo yang juga ekonom senior Indef menyampaikan bahwa pada tahun 2009/2010 ketika industri kertas dan bubur kertas belum mendapatkan sertifikat PEFC/IFCC, industri ini sempat diboikot karena dianggap merusak hutan. 

Ia bercerita kala itu ekspor kertas dan bubur kertas sempat anjlok 25-30 persen. 

"Setelah mendapatkan sertifikat, ekspor Indonesia naik 2,2 miliar dolar AS atau 40 persen. Pada tahun 2021 nilai ekspornya mencapai 7,42 miliar dolar AS," urai Drajad.

Menurut dia, kenaikan itu bisa terjadi karena kebijakan tiga kementerian yang kondusif bagi kelestarian hutan, yaitu Kementerian Perdagangan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Perindustrian.

Sementara itu, CEO PEFC Michael Berger sangat mendukung langkah Zulkifli Hasan yang telah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pelaku usaha Indonesia dalam menjalankan usahanya sesuai dengan kaidah kelestarian hutan. 

Berger menjelaskan, PEFC merupakan skema global yang bersifat bottom up, dibangun dari inisiatif nasional masing-masing negara. 

Menurut Berger, di Indonesia skema tersebut dibangun oleh para anggota IFCC (the Indonesian Forestry Certification Cooperation).

Sumber: https://www.tribunnews.com/bisnis/2022/10/18/mendag-zulkifli-hasan-optimalisasi-perdagangan-bahan-baku-dari-hutan-lestari

APHI dan IFCC kerja sama promosikan standar pengelolaan hutan lestari

APHI dan IFCC kerja sama promosikan standar pengelolaan hutan lestari

Penandatanganan nota kesepahaman kerjasama oleh Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo (kanan) dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri (kiri) disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto (tengah) di Jakarta, Rabu (14/9/2022) (Antara/HO/APHI)

Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) melakukan kerja sama dalam rangka mempromosikan standar pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan menggunakan skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).

Nota kesepahaman Kerjasama (MoU) APHI-IFCC ditandatangani oleh Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto di Jakarta, Rabu.

Dirjen Pengelaolaan Hutan Lestari Agus Justianto menilai positif penandatanganan MoU tersebut dalam upaya mendorong serta meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.

"Kami menyambut baik adanya kegiatan kerjasama antara APHI-IFCC melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang memenuhi tolak ukur pengelolaan hutan lestari skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Juga tentunya memenuhi standar dan indikator dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),” ujarnya.

Adanya nota kesepahaman ini diharapkan ke depannya audit dilakukan secara gabungan serta membantu mempromosikan SVLK ke pasar internasional, sesuai ISO 19011 tahun 2018 bahwa dimungkinkan adanya skema penggabungan mandatory dan voluntary.

Sejak diterbitkan UUCK, tambahnya, SVLK bertransformasi menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian dimana ruang lingkup tidak hanya terbatas kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu, serta menjamin produk hasil hutan tersebut dapat ditelusuri dari sumber yang legal atau lestari mulai dari hulu hilir sampai pemasaran.

Dikatakannya, tuntutan pasar global bahwa setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal.

Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi.

Sementara itu Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan bahwa perluasan kerja sama para pihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan di Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan.

"Sertifikasi merupakan tolak ukur dalam pengelolaan hutan lestari, untuk itu APHI akan terus berupaya melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga dan skema sertifikasi yang ada untuk mendukung tata kelola yang baik dan perluasan pasar termasuk dengan IFCC/PEFC," katanya.

Menurut dia, perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).

"Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karenanya, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.

Indroyono menyatakan, IFCC merupakan skema sertifikasi kehutanan voluntary pertama yang diakreditasi oleh KAN, sehingga ke depan akan makin memperkuat sinergi antara sertifikasi mandatory dan sertifikasi voluntary di Indonesia..

Selain kegiatan pembinaan menuju Pengelolaan Hutan Lestari yang selama ini dilaksanakan, diharapkan IFCC juga mendukung upaya APHI untuk menyiapkan anggota APHI terkait peningkatan kapasitas SDM Anggota serta penanganan berbagai persoalan yang dihadapi PBPH.

Sementara itu Ketua IFCC Saniah Widuri menyambut baik dan berharap banyak atas kerja sama dengan APHI dan juga dukungan Ditjen PHL KLHK.

“Kerjasama dengan APHI bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari dan membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan pengelolaan hutan lestari yang ditunjukkan dengan sertifikasi” ungkapnya.

Saniah mengatakan hingga saat ini telah ada 4,1 juta hektare hutan di Indonesia yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari PEFC. Selain itu ada juga 47 industri yang memperoleh sertifikat Chain of Custody PEFC. Sementara jumlah anggota sebanyak 49 anggota.

"IFCC di-endorsed oleh PEFC sejak 2014 dan terus mendorong unit-unit manajemen hutan di Indonesia untuk mengelola hutan secara lestari," kata Saniah.

Dia mengatakan, PEFC merupakan skema sertifikasi terbesar di dunia dengan total luas areal hutan tersertifikasi mencapai 325 juta hektare.

Saniah juga mengatakan PEFC telah menjadi standar untuk pengadaan produk kayu di sejumlah Negara seperti Uni Eropa, Australia, maupun Jepang. Selain itu sejumlah industri konsumen juga menjadikan PEFC sebagai standar.

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/3117929/aphi-dan-ifcc-kerja-sama-promosikan-standar-pengelolaan-hutan-lestari

IFCC-APHI Berkolaborasi, Dirjen KLHK: Bisa Bantu Promosikan SVLK ke Pasar Global

IFCC-APHI Berkolaborasi, Dirjen KLHK: Bisa Bantu Promosikan SVLK ke Pasar Global - JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) baru saja melakukan penandatanganan nota kesepakatan (MoU), Rabu (14/9).

Dalam kerja sama tersebut, APHI-IFCC akan mempromosikan standar pengelolaan sumber daya hutan menggunakan skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).

Penandatangan itu dilakukan Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto di Jakarta. 

Dirjen Pengelaolaan Hutan Lestari Agus Justianto menilai penandatanganan MoU tersebut dalam upaya mendorong serta meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.

"Kami menyambut baik adanya kegiatan kerja sama antara APHI-IFCC melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang memenuhi tolok ukur pengelolaan hutan lestari skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC),” ujarnya dalam siaran persnya, Rabu.

Dengan adanya kerja sama itu, Agus berharap ke depan audit dilakukan secara gabungan dan membantu mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ke pasar internasional.

Hal itu sesuai ISO 19011 tahun 2018 bahwa dimungkinkan adanya skema penggabungan mandatory dan voluntary.

Sejak diterbitkan UUCK, tambahnya, SVLK bertransformasi menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian.

Dia menyebut, ruang lingkup tidak hanya terbatas kayu, tetapi juga hasil hutan bukan kayu dan menjamin produk hasil hutan tersebut dapat ditelusuri dari sumber yang legal mulai dari hulu hilir sampai pemasaran.

Dia mengatakan tuntutan pasar global setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal.

Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi.

Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan perluasan kerja sama para pihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan.

"Sertifikasi merupakan tolok ukur dalam pengelolaan hutan lestari," katanya.

Menurut dia, perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan, dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).

"Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karena itu, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.

Sementara itu Ketua IFCC Saniah Widuri menyambut baik dan berharap banyak atas kerja sama dengan APHI dan juga dukungan Ditjen PHL KLHK.

“Kerja sama dengan APHI bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari dan membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan pengelolaan hutan lestari yang ditunjukkan dengan sertifikasi” ungkapnya. (Ant/ddy/jpnn)

Sumber: https://m.jpnn.com/amp/news/ifcc-aphi-berkolaborasi-dirjen-klhk-bisa-bantu-promosikan-svlk-ke-pasar-global

 

APHI dan IFCC kerja sama promosikan standar pengelolaan hutan lestari


APHI-IFCC Lakukan Kerjasama Sertifikasi untuk Pengelolaan Hutan Lestari

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC) melakukan kerja sama dalam rangka mempromosikan standar pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan menggunakan skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC).

Nota kesepahaman Kerjasama (MoU) APHI-IFCC ditandatangani oleh Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo dan Ketua Umum IFCC Saniah Widuri disaksikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto di Jakarta, Rabu.

Dirjen Pengelaolaan Hutan Lestari Agus Justianto menilai positif penandatanganan MoU tersebut dalam upaya mendorong serta meningkatkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia.

"Kami menyambut baik adanya kegiatan kerjasama antara APHI-IFCC melalui penerapan sertifikasi kehutanan yang memenuhi tolak ukur pengelolaan hutan lestari skema Program for the Endorsement of Forest Certification (PEFC). Juga tentunya memenuhi standar dan indikator dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK),” ujarnya.

Adanya nota kesepahaman ini diharapkan ke depannya audit dilakukan secara gabungan serta membantu mempromosikan SVLK ke pasar internasional, sesuai ISO 19011 tahun 2018 bahwa dimungkinkan adanya skema penggabungan mandatory dan voluntary.

Sejak diterbitkan UUCK, tambahnya, SVLK bertransformasi menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian dimana ruang lingkup tidak hanya terbatas kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu, serta menjamin produk hasil hutan tersebut dapat ditelusuri dari sumber yang legal atau lestari mulai dari hulu hilir sampai pemasaran.

Dikatakannya, tuntutan pasar global bahwa setiap produk yang dihasilkan oleh produsen mempunyai bukti sertifikat legal.

Di pasar Uni Eropa, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Kanada dan Jepang membutuhkan sertifikasi lestari yang bebas deforestasi dan degradasi. Sementara itu Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menyatakan bahwa perluasan kerja sama para pihak untuk meningkatkan pencapaian sertifikasi pengelolaan hutan di Indonesia menjadi prioritas APHI ke depan.

"Sertifikasi merupakan tolak ukur dalam pengelolaan hutan lestari, untuk itu APHI akan terus berupaya melakukan kerja sama dengan berbagai lembaga dan skema sertifikasi yang ada untuk mendukung tata kelola yang baik dan perluasan pasar termasuk dengan IFCC/PEFC," katanya.

Menurut dia, perluasan pasar ekspor produk hasil hutan Indonesia di pasar global akan semakin menghadapi tantangan, utamanya isu-isu tentang sosial dan lingkungan, transparansi, kesehatan dan keselamatan kerja serta Hak Asasi Manusia (HAM).

"Penanganan isu-isu ini sangat mempengaruhi preferensi konsumen. Oleh karenanya, sertifikasi hutan menjadi instrumen penting dan sangat relevan untuk menjawab tantangan tersebut," ujarnya.

Indroyono menyatakan, IFCC merupakan skema sertifikasi kehutanan voluntary pertama yang diakreditasi oleh KAN, sehingga ke depan akan makin memperkuat sinergi antara sertifikasi mandatory dan sertifikasi voluntary di Indonesia..

Selain kegiatan pembinaan menuju Pengelolaan Hutan Lestari yang selama ini dilaksanakan, diharapkan IFCC juga mendukung upaya APHI untuk menyiapkan anggota APHI terkait peningkatan kapasitas SDM Anggota serta penanganan berbagai persoalan yang dihadapi PBPH.
Sementara itu Ketua IFCC Saniah Widuri menyambut baik dan berharap banyak atas kerja sama dengan APHI dan juga dukungan Ditjen PHL KLHK.

“Kerjasama dengan APHI bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari dan membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan pengelolaan hutan lestari yang ditunjukkan dengan sertifikasi” ungkapnya.

Saniah mengatakan hingga saat ini telah ada 4,1 juta hektare hutan di Indonesia yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari PEFC. Selain itu ada juga 47 industri yang memperoleh sertifikat Chain of Custody PEFC. Sementara jumlah anggota sebanyak 49 anggota.

"IFCC di-endorsed oleh PEFC sejak 2014 dan terus mendorong unit-unit manajemen hutan di Indonesia untuk mengelola hutan secara lestari," kata Saniah.

Dia mengatakan, PEFC merupakan skema sertifikasi terbesar di dunia dengan total luas areal hutan tersertifikasi mencapai 325 juta hektare.

Saniah juga mengatakan PEFC telah menjadi standar untuk pengadaan produk kayu di sejumlah Negara seperti Uni Eropa, Australia, maupun Jepang. Selain itu sejumlah industri konsumen juga menjadikan PEFC sebagai standar.

Sumber: https://id.berita.yahoo.com/aphi-dan-ifcc-kerja-sama-135126194.html?guccounter=1